Kamis, 07 Mei 2009

OBESITAS PADA ANAK, PENTINGNYA PENANGANAN SECARA MULTIFAKTORIAL




dr Antina Nevi Hidayati

PUSKESMAS GAMBIRAN KABUPATEN JOMBANG
2009 
BAB I
PENDAHULUAN
 Jumlah anak dengan berat badan lebih di seluruh dunia diperkirakan meningkat secara signifikan pada akhir dekade ini, dan para ilmuwan mengkhawatirkan dampaknya pada semua hal, mulai dari layanan kesehatan masyarakat hingga masalah ekonomi. (1)
Hampir separuh atau menurut studi terbaru sekitar sepertiga dari anak-anak di Amerika Utara maupun selatan akan mengalami kelebihan berat badan pada tahun 2010, berdasarkan laporan International journal of pediatric obesity. Di Uni Eropa sekitar 38 persen dari seluruh anak akan mengalami kelebihan berat badan jika kecenderungan yang ada saat ini terus berlanjut lebih dari 25 % berdasarkan survey terbaru. Persentase anak dengan berat badan lebih juga diperkirakan akann meningkat secara bermakna di timur tengah, dan asia tenggara. Meksiko, Brazil, chili, dan Mesir memiliki perkembangan sebanding dengan negara industri. Diperkirakan satu dari lima anak di china akan menjadi kelebihan berat pada 2010 (1)
Lebih dari sembilan juta anak di dunia berusia enam tahun ke atas mengalami obesitas, lapor Dennis Bier dari Pediatric Academic Society (PAS). Sejak tahun 1970, obesitas kerap meningkat di kalangan anak, hingga kini angkanya terus melonjak dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun dan usia 12-19 tahun, bahkan meningkat tiga kali lipat pada anak usia 6-11 tahun. (1)
Para peneliti menganalisa adanya perbedaan dalam laporan medis terpublikasi terhadap obesiotas dari tahun 1980 sampai 2005, dan data dari WHO. Mereka berhasil merunut perkembangan obesitas pada masa sekolah di 25 negara, dan pada usia pra sekolah di 42 negara.

Para peneliti menyimpulkan bahwa prevalensi obesitas masa anak meningkat pada hamper semua Negara di mana data tentang hal ini tersedia, satu trten yang di motori oleh cara hidup sedenter, dan makin tersedianya ‘junk food’, disamping faktor-faktor lain. (1)
Obesitas pada anak telah menjadi masalah yang serius di Indonesia. Dari penelitian yang dilakukan di empat belas kota besar di Indonesia, angka kejadian obesitas pada anak tergolong relatif tinggi, antara 10-20% dengan nilai yang terus meningkat hingga kini. Edukasi nutrisi anak pada orang tua terus digencarkan, mengingat negeri Indonesia masih memiliki fenomena paradoks pediatrik yang unik, banyak anak mengalami malnutrisi, sementara di lain sisi banyak pula anak yang mengalami obesitas. (2)
Tak mengherankan jika penelitian Himpunan Obesitas Indonesia (Hisobi) di sejumlah SD favorit di Jakarta Selatan baru-baru ini menunjukkan prevalensi obesitas pada anak mencapai 20 persen. Penelitian di Semarang menunjukkan, dari 1.730 anak usia 6-7 tahun, diketahui 12 persen menderita obesitas dan 9 persen kelebihan berat badan. Kini, penelitian serupa diadakan di sekolah-sekolah di Padang, Semarang, Yogyakarta, Manado, dan Bandung.(2)
Mengutip Survey Kesehatan Nasional, di Indonesia prevalensi obesitas pada balita juga naik. Prevalensi obesitas 1989 di perkotaan 4,6 persen lelaki dan 5,9 persen anak perempuan. Empat tahun kemudian naik menjadi 6,3 persen (lelaki) dan 8 persen (perempuan). Penelitian oleh Djer (1998) menunjukkan prevalensi obesitas anak di sebuah SD negeri Jakarta Pusat 9,6 persen. Penelitian oleh Meilany (2002), prevalensi obesitas anak di tiga SD swasta di kawasan Jakarta Timur 27,5 persen. Data rekam medik mengenai kasus baru obesitas di Poliklinik Gizi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta periode 1995-2000 ada 100 pasien, 35 persennya balita. (2Peningkatan kasus obesitas pada anak dan remaja merupakan suatu peringatan akan adanya peningkatan insiden diabetes mellitus tipe 2, atau yang lebih dikenal sebagai adult-onset diabetes yang seharusnya baru terjadi pada usia dewasa. Banyak anak dengan obesitas memiliki tekanan darah dan tingkat kolesterol yang tinggi, yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Salah satu masalah paling mengerikan bagi anak dengan obesitas adalah sleep apnea ( terganggunya napas semasa tidur ). Pada beberapa kasus, sleep apnea adalah pemicu masalah belajar dan kemampuan mengingat. Anak dengan obesitas juga memiliki angka kejadian masalah ortopedik, gangguan hati, dan asma.(3)
Anak dengan obesitas mengalami stress dan kesukaran sosial dan psikologi yang berarti. Masyarakat barat perkotaan mempunyai prasangka budaya yang kuat terhadap obesitas. Stigmatisasi sosial di sekolah, tempat kerja, dan lingkungan sosial sering ada. Anak sekolah seringkali digoda, diintimidasi dan dikeluarkan dari aktifitas lain. Sikap sosial negative pada obesitas telah dinampakkan pada anak awal umur tujuh tahun.(4) Pubertas dapat terjadi awal dengan akibat pada akhirnya tinggi badan anak gemuk mungkin kurang dari tinggi akhir teman sebayanya yang dewasa lambat. (4)
 Masalah obesitas atau kegemukan di Indonesia begitu pula di Negara berkembang yang lain, belum mendapatkan perhatian serius, karena perhatian masih tercurah pada masalah gizi kurang.(5) 
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 DEFINISI DAN DIAGNOSA
 Obesitas pada anak bukanlah penyakit tersendiri melainkan lebih merupakan suatu komplek gejala yang berhubungan lemah dengan obesitas orang dewasa, dengan korelasi kenaikan mortalitas, penyakit kardio vaskuler, atherosklerosis, dan frekuensi diabetes melitus.(4) Obesitas (kegemukan) adalah penimbunan lemak yang abnormal di seluruh tubuh ( di bawah kulit, pada dinding pembuluh darah, juga kadar lipida serum yang sering meningkat). (6) 
Obesitas pada anak adalah suatu kondisi di mana lemak tubuh yang berlebihan berakibat buruk bagi kesehatan anak (7). CDC berargumen bahwa seorang anak dikategorikan obesitas jika mengalami kelebihan berat badan di atas persentil ke-95 dengan proporsi lemak tubuh yang lebih besar dibanding komponen tubuh lainnya (2).Terminologi ’over weight’ (‘berat badan lebih’ ) lebih dianjurkan daripada obes (kegemukan) pada anak, guna menurunkan stigmatisasi. Sebagai suatu metode, menentukan lemak tubuh secara langsung adalah sangat sulit, sehingga diagnosa obesitas seringkali dibuat berdasarkan BMI ( body mass index ) _ BMI = BB dalam kg/ (TB dalam m)2.(7 )
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), obesitas merupakan keadaan Body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya.(2) 
Teknik untuk mengukur kegemukan menurut taitz ada empat kategori yaitu(8):
 Berat badan saja
 Indeks tinggi dan berat badan dengan menggunakan ukuran standart percentile, atau standart deviasi
 Pengukuran ketebalan lipatan kulit pada triceps, sub scapula dengan menggunakan “skinfold caliper”. 
 Perkiraan lemak total tubuh berdasarkan pengukuran lipatan kulit (skinfold) , berat jenis tubuh, dan massa tubuh yang tidak berlemak (densitrometri, hydrometric, dan spectrometri sinar gamma ), merupakan pengukuran yang paling kompleks.

Walaupun pemeriksaan komposisi tubuh penting, namun dengan menggunakan pemeriksaan anthropometri sederhana, perhitungan indeks obesitas dapat dilakukan dan merupakan dasar dalam penilaian. Indeks obesitas ditentukan menurut metode Du Rant dan Linder, 1981sebagai berikut :
(Berat badan sekarang ( kg) )/(Panjang Badan (Cm)) = A 
(Percentile ke 50 berat badan yang diharapkan pada umur sama )/(Percentile ke 50 panjang badan yang diharapkan pada umur sama)=B
A/B X 100 = INDEKS
Batas-batas penilaian indeks menurut Polmey, dan Waterlow and Alleyne 1971 
KURUS : [70 75 80 ]
NORMAL : [ 85 90 95 100 105]  
GEMUK : [ 110 115 120]  
OBESITAS : [ 125 130 135 140 ]  

Taitz menyebutkan skor normal terdapat antara 90 dan 110. Waterlow and Alleyne menyebutkan persangkaan kurang gizi ( undernutrition ) pada indeks yang < 80.
Dalam mendiagnosa obesitas perlu langkah-langkah agar segala aspek dari obesitas dapat diketahui. Berikut adalah pedoman mendiagnosa penderita obesitas (8): 
Anamnesa : -Riwayat minum ASI/PASI
  -Riwayat pemberian makan tambahan 
  - Aktivitas sehari-hari
  - Adanya kelaianan sejak lahir
  - Adanya faktor risiko dalam keluarga
Pemeriksaan fisik: -Berat badan
  -Tinggi badan
  - Tekanan darah
  -Skinfold trisep/scapula
Indeks-indeks spesifik obesitas :
  -Standard NCHS
  -Standart nasional
- Sindroma tertentu seperti pickic, reavan, hiperinsulinisme, hiperlipidemia, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskuler.
Laboratorium spesifik:
 Gula darah
 Kolesterol
 Insulin
 Kortisol
 Growth hormone.
Pemerisaan tambahan : EKG, faal paru, sesuai indikasi.
Klasifikasi: 
  Obesitas ringan (120-130%)
  Obesitas sedang ( 131-170%)
  Obesitas berat (171-200%)
  Obesitas morbid (>200%)
 
II.2 MANIFESTASI KLINIS
  Obesitas dapat menjadi jelas pada setiap umur, tetapi Nampak paling sering pada usia 1 tahun pertama, usia 5-6 tahun, dan pada masa remaja. Anak yang obesitasnya karena masukan kalori yang tinggi secara berlebihan tidak hanya lebih berat daripada teman sebayanya, melainkan juga lebih tinggi, dengan umur tulang lebih tua. Adipositas pada daerah dada laki-laki sering berkesan tumbuh payudara. Abdomen menggelambir, dan sering ada strie warna putih atau lembayung. Penis sering terbungkus dalam lemak pubis. Perkembangan genetalia eksterna normal pada kebanyakan wanita, menarkhe mungkin maju. Pada obesitas ekstremitas biasanya lebih besar pada lengan atas dan paha, dan kadang-kadang hanya terbatas pada daerah itu. Jari sedikit demi sedikit mengecil. Sering ada lutut bengkok ( genu Valgum ). (4)

II.3 SEBAB-SEBAB OBESITAS
Ada banyak faktor yang berperan menyebabkan kegemukan pada anak dan remaja beberapa diantaranya dapat dimodifilasi yang lain tidak dapat.
A. Penyebab yang bisa dimodifikasi / penyebab eksogen. 
 Pada dasarnya anak obes disebabkan oleh diet yang mengandung lebih banyak energi daripada yang diperlukan untuk beraktifitas sehingga tubuh akan menimbun lemak. Bila diperinci penyebab itu dapat berupa (6) :
1. Kurangnya aktifitas fisik- kurangnya olahraga secara reguler.
2. Perilaku sedenter- frekuensi menonton televisi, menggunakan computer, dan perilaku sejenis yang mengurangi waktu yang seharusnya bisa dipakai untuk melakukan aktifitas fisik. 
  Bertambahnya jumlah waktu menonton televisi banyak berkorelasi dengan peningkatan kejadian obesitas pada anak dan dapat berkaitan tidak hanya dengan sifat tidak bergerak, namun juga mempengaruhi pola konsumsi makanan karena iklan jajanan di televisi.(4) 
  Pada anak yang tidak banyak bergerak dan beraktifitas lebih mungkin bertambah berat badannya dikarenakan kalori yang mereka konsumsi tidak dibakar melalui aktifitas fisik. Aktifitas waktu senggang yang tidak aktif seperti menonton televisi, bermain video game juga turut andil dalam timbulnya masalah kegemukan.(7)
3. Faktor keluarga- Insiden obesitas anak berhubungan kuat dengan variable keluarga, termasuk obesitas pada orang tua, status sosio ekonomik yang tinggi, bertambahnya pendidikan orang tua, ukuran keluarga kecil, dan pola inaktivitas orangtua.(4)
  Status sosial ekonomi orang tua rendah, pendapatan keluarga yang rendah, dan orang tua yang tidak bekerja juga turut berpengaruh. (7)
  Anak-anak yang tinggal dalam keluarga dengan pendapatan rendah mempunyai risiko yang lebih besar mengalami obesitas atau kegemukan. Kemiskinan dan kegemukan sering berjalan bersamaan karena orang tua yang berpenghasilan rendah mungkin berhubungan dengan keterbatasan waktu dan sumber penghasilan untuk menjadikan diet makanan sehat dan olahraga sebagai suatu hal yang utama dalam keluarga. (2) 
  Anak yang terlahir dari keluarga dengan orang-orang atau anggota keluarga yang obesitas mungkin juga terpengaruh secara genetik untuk mempunyai berat badan yang lebih atau obesitas, khususnya dalam suatu lingkungan dimana dalam dietnya merupakan diet tinggi kalori dan aktifitas fisik yang tidak cukup.(2)
4. Kebiasaan makan - konsumsi makanan tinggi kalori secara berlebihan-. Beberapa pola perilaku makan yang terkait dengan perilaku ini adalah: makan saat tidak lapar, makan sambil menonton TV, atau sambil mengerjakan pekerjaan rumah ( PR )(7)
  Kebanyakan anak tidak membeli bahan makanan kebutuhan keluarga, dan memang orang tua merekalah yang bertanggung jawab untuk menyediakan makanan sehat dan sebaliknya meniadakan diet makanan yang tidak sehat untuk anaknya. Anak tidak bisa disalahkan memakan makanan yang manis, asin, tinggi kalori dan lemak karena mereka merasa enak dan sudah disediakan oleh orang tua. Tetapi orang tua dapat mengontrol dan memilihkan jenis dan jumlah makanan yang dapat mereka makan khususnya saat dirumah. (4)
  Diet yang turut andil dalam memberikan tambahan berat badan seperti konsumsi makan yang tinggi kalori seperti fast food, kue bakar. Banyak minum soft drink, permen, makanan pencuci mulut juga berperan dalam penambahan berat badan. Makanan dan minuman diatas adalah tipe makanan yang tinggi akan kandungan gula dan kalori. (2)
  Diet salah pada masa bayi meliputi pemberian makanan tambahan terlampau dini, pemberian pengganti ASI yang berlebihan, pemberian ‘evaporated milk’ tanpa pengenceran pada neonatus terutama yang prematur(6). Demikian pula halnya dengan pemberian susu botol yang lama dan tidak penting dalam upaya mengatasi bayi rewel, dapat membina kebiasaan yang menyebabkan bayi mengharapkan atau mencari makanan kapan saja ia merasa frustasi.(4)
5. Lingkungan - beberapa faktor seperti pemaparan yang berlebihan terhadap iklan makanan tinggi kalori dan kurangnya sarana rekreasi (7). Hampir separo anak usia 8 sampai 16 tahun menonton televisi selama tiga sampai lima jam sehari. Anak anak yang paling banyak menonton televisi memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami obesitas (7). Namun sayangnya televisi mungkin satu-satunya sarana rekreasi murah yang dikenal secara popular.

B. Penyebab yang tidak bisa diubah/ faktor endogen : 
1 Faktor genetika- Risiko yang lebih besar untuk menjadi obes telah ditemukan pada anak-anak dengan orangtua obes atau ‘overweight’. Seorang anak punya 40% kemungkinan mengalami kegemukan, bila salah satu orangtuanya obesitas. Bila kedua orangtuanya kelebihan berat badan, maka kemungkinan seorang anak mengalami obesitas pun naik hingga 80%. Seorang ibu yang kadar gulanya tinggi atau berpenyakit Diabetes Melitus (DM), kemungkinan akan menurunkannya pada anak yang dilahirkan dan anak cenderung over weight (kelebihan berat badan atau kegemukan)(2)
2 Faktor metabolik
  Adanya anak dengan kecenderungan ‘diet induced thermogenesis’ yang rendah sehingga lebih banyak cadangan makanan yang disimpan. Adanya anak dengan kecenderungan laktivitas lipoprotein lipase yang tinggi sehingga menarik trigliserida darah masuk ke jaringan lemak.(5)
3 Faktor endokrin
  Penyakit chusing menyebabkan timbunan lemak yang abnormal pada anak karena rangsangan hormone adrenokortikoid. Hipotiroidisme menyebabkan penurunan metabolisme basal. Selain mixedema terdapat pula penimbunan lemak. Lesi atau tumor pada hipotalamus mungkin menyebabkan gangguan pada pusat kenyang dan pusat hiperinsulinisme di dalamnya. Gangguan ini menyebabkan rasa lapar, kemudian hiperphagia, dan akhirnya obesitas. Hipogonadisme pada sindroma klinefelter dan sindroma turner juga turut menyebabkan obesitas diperantarai faktor hormonal. Defisiensi hormone pertumbuhan menyebabkan banyak energi makanan tidak terpakai sehingga akhirnya ditimbun dalam bentuk lemak. Penyakit pankreas insulinoma dan hyperplasia sel beta meningkatkan sekresi insulin, sehungga meningkatkan ambilan glukosa oleh sel, menimbulakan reflek lapar, dan meningkatkan sintesa lemak untuk disimpan.(6)
4. Keadaan jiwa
  Gangguan psikologis sering terjadi pada anak gemuk. Bahkan pada anak yang nampaknya dapat menyesuaikan diri dengan baik, evaluasi psikologis yang cukup, sering menampakkan adanya masalah psikologis yang mendasar, yang mungkin pada mulanya turut menyebabkan obesitas, dan biasanya merupakan faktor tambahan pada perawatannya. (4)
  Stress juga memengaruhi berat badan, selain kesalahan pola asuh, seperti dimanja dan dituruti semua kemauannya. Lingkungan yang memerlakukan anak dengan buruk, juga bisa menyebabkan obesitas. Anak yang kurang disenangi dalam pergaulan, misalnya, akan sering menarik diri sehingga aktivitas fisik berkurang dan menjadi gemuk.(2)
  Gangguan psikologis mempengaruhi nafsu makan. Beberapa anak makan terlalu berlebihan pada saat menghadapi masalah atau karena faktor emosional seperti stress atau bosan. Orang tua mereka mungkin juga mempunyai kecenderungan yang sama terhadap situasi yang mereka hadapi. Makan berlebihan dapat merupakan cara yang salah dalam mengatasi rasa bosan, frustasi, atau merupakan gambaran dari suatu kondisi kompulsif. (4)
5. Sindroma somatik dismorfi yang jarang, sering disertai obesitas. Biasanya obesitas pada sindroma somatik dismorfi justru disertai dengan tinggi badan yang pendek, umur tulang yang terlambat, dan perkembangan tanda kelamin sekunder yang juga terlambat. Kecurigaan ditujukan pada obesitas disertai retardasi mental, dan kelainan lain sejak lahir. Dari keseluruhan obesitas, bagian ini hanya meliputi kuarang dari satu persennya.(4)
 


BAB III
PENDEKATAN MULTIFAKTORIAL PADA ANAK DENGAN OBESITAS

Mengingat kompleksnya masalah obesitas maka penatalaksanaan dengan diet tidak dapat berdiri sendiri. Perlu adanya peningkatan aktivitas anak, upaya penanganan psikologis terapi perilaku, disamping upaya edukasi bagi orang tua. Berbagai pihak hendaknya turut berperan dalam hal ini.
Satu bagian penting dalam menatalaksana obesitas pada anak dan remaja adalah agar orang tua dan penyedia layanan kesehatan harus sensitive terhadap mereka dan memfokuskan diri pada hal-hal yang positif. Pencapaian penurunan berat badan sedikit demi sedikit diperlukan untuk mencegah penolakan dari anak, dan juga untuk mengikuti proses tumbuh kembang normal. (3) 
Keterlibatan seluruh keluarga juga penting untuk memotivasi. Program pengendalian berat badan yang melibatkan orangtua dan anak telah menunjukkan peningkatan efektifitas dalam jangka lama dibandingkan yang hanya melibatkan anak saja.(3) 
Dengan mencatat semua faktor penyebab obesitas, setelah diagnosa obesitas ditegakkan kemudian dibuatlah rencana terapi yang meliputi terapi diet, terapi aktivitas fisik, konsultasi psikologi dan terapi perilaku.

1. Terapi diet
Pengobatan dietetic bertujuan untuk mencapai berat ideal secara berangsur-angsur dengan jalan mengurangi masukan energi dibawah kebutuhan, namun tumbuh kembang harus tetap optimal. Diit diprogram secara individual disesuaikan dengan kebiasaan sehari-hari, aktivitas fisik, dan pertumbuhan. Pada obesitas ringan tujuan pemberian diit bukan menurunkan berat badan melainkan mencegah penambahan berat badan yang lebih mencolok. Anak dengan obesitas karena karena banyak mengkonsumsi susu sapi serng disertai dengan anemia defisiensi besi, sehingga dalam penyusunan dietnya perlu ditambahkan sumber zat besi (Fe) yang cukup dan mengurangi susu.(5)
Penatalaksanaan diet meliputi eliminasi makanan berkalori tinggi, pembatasan kalori, penjadwalan ketat waktu makan 4-6 kali perhari dengan perincian 3 kali makan utama dan 1-2 kali makanan kecil, pemberian protein sebesar 2-2,5 gram tiap kilogram berat badan tiap hari. (5)
Konsultasi dengan nutrisionis spesialis kebutuhan anak seringkali merupakan bagian yang berharga dalam penanganan obesitas. Konsultan gizi dapat merencanakan nutrisi yang cocok dengan kebutuhan anak untuk tumbuh.(7) 
Seperti halnya dengan orang dewasa, konsultan gizi dapat menyarankan ataupun tidak untuk menurunkan kalori yang dimakan anak, dan menerapkan strategi seperti mengajarkan cara membaca label, dan menggunakan petunjuk piramida makanan, memilih jumlah yang tepat, dan menyiapkan makanan. Beberapa perilaku makan yang biasanya didukung oleh nutrisionis misalnya mengambil porsi sedikit demi sedikit, mengunyah lebih lama, dan menghindari makan cepat dengan meletakkan peralatan makan ( sendok dan garpu ) diantara suapan.(7)
2. Aktivitas fisik
Aktifitas fisik adalah satu pilar penting baik dalam pencegahan maupun pengobatan obesitas pada anak. Otot rangka adalah mesin oksidator lemak yang ‘powerful’, dan perannya dalam keseimbangan lemak harian sangat krusial. Olahraga meningkatkan kecepatan oksidasi lemak baik saat selama kegiatan berlangsung maupun pada saat istirahat. Penurunan aktifitas fisik memudahkan perlemakan dan ‘vice versa’. Data pada obesitas dewasa menunjukkan reduksi kapasitas oksidasi mitokondria, yang dapat kembali dengan meningkatnya aktifitas fisik.(9) 
Olahraga perlu untuk mengelola penurunan berat badan dan mendistribusikan ulang lemak tubuh ke dalam otot. Itulah mengapa olahraga menjadi bagian esensial dalam program pengelolaan berat badan. Permulaan dari latihan fisik disarankan ringan , dan level latihan ditingkatkan sedikit demi sediki , untuk menghindari kemungkinan penolakan. Target yang beralasan adalah aktifitas moderat 20 sampai 30 menit per hari, dalam bentuk latihan apapun yang diperoleh anak selama bersekolah. (10)
U.S. Surgeon General merekomendasikan aktifitas fisik moderat bagi anak setiap harinya setidaknya 60 menit. Bila seorang anak tidak dapat memenuhi itu, maka suatu program latihan fisik secara individual harus dirancang untuknya sesuai kondisi fisiknya demi mencapai target seperti yang diharapkan.(7) 
Di Amerika The National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI), bagian dari the National Institutes of Health bekerja sama dengan National Recreation and Park Association ( NRPA) menawarkan suatu program nasional bernama ‘ Hearts N' Parks’. Taman-taman, pusat rekreasi dan organisasi berbasis komunitas lain mendapatkan asistensi dari NHLBI guna menyediakan aktifitas untuk anak-anak dan dewasa yang mendukung pilihan gaya hidup sehat. Tujuannya adalah untuk menurunkan obesitas dan risiko penyakit jantung dengan menyokong perilaku makan yang bernutrisi dan aktifitas fisik yang teratur. Anak-anak dapat berkeliling di pasar tradisional dan restoran untuk mempelajari bagaimana membuat pilihan makanan yang sehat, membaca label makanan. Mereka boleh berpartisipasi dalam kegiatan sepakbola,tennis, bola basket, bowling, berenang, dan hiking.(3)
 Olahraga yang disarankan adalah yang ditujukan untuk meningkatkan kebugaran dan kapasitas erobik perorangan, bersifat non kompetisi, bisa dilakukan oleh semua orang dengan gembira. Jangan sampai ada anak yang ditinggalkan di kursi cadangan. Beberapa yang disarankan adalah jalan kaki, menari, bersepeda dan berenang. (3)
3. Terapi perilaku 
Terapi perilaku terlibat dalam perubahan pola diet dan aktifitas menjadi perilaku yang mendukung berat badan ideal. Strategi terapi perilaku mewajibkan keterlibatan orang tua dan keluarga. Beberapa strategi terapi perilaku tersebut adalah (7):
 Mencatat pola diet dan aktifitas ke dalam buku harian untuk merekam jejak jenis dan jumlah makanan yang dimakan, dan olahraga yang dilakukan. Dicatat juga lokasi dan waktu dimana kegiatan makan atau olahraga tersebut dilakukan. Buku harian ini berguna untuk menentukan wilayah dari masalah dalam perilaku makan dan olahraga anak. Sebagai contoh dapat dipakai buku National Heart, Lung and Blood Institute's Daily Food and Activity Diary. 
 Menemukan situasi berisiko tinggi (seperti halnya memiliki terlalu banyak makanan tinggi kalori di dalam rumah) dan secara sadar menghindarinya. Menonton televisi sambil makan adalah situasi berisiko tinggi yang lain karena mendukung kebiasaan makan setiap kali TV dinyalakan.
 Memberikan penghargan terhadap aksi positif yang spesifik. Contohnya aksi berolahraga sesuai durasi yang diharapkan, atau makan lebih sedikit dari batas bawah yang boleh dimakan.
Penghargaan boleh ditentukan berdasarkan kesepakatan anak dan orang tua dan seharusnya bentuknya dapat lebih mendukung perilaku positif. Misalnya hadiah berupa peralatan olagraga.
 Hindari memakai makanan sebagai penghargaan, apalagi makan yang berkalori tinggi. Memakai makanan sebagai penghargaan mengakibtkannya lebih dihasratkan. Orang tua dan petugas kesehatan harus sering menggunakan penghargaan dalam bentuk verbal.
 Merubah target yang tidak realistik dan keyakinan terhadap mitos tentang penurunan berat badan dan citra ragawi menjadi yang lebih positif dan realistis.
 Keluarga dapat bekerja bersama sebagai sebuah tim untuk menentukan target aktifitas mingguan. Membuat sebuah perjajian yang ditanda tangani oleh seluruh anggota keluarga untuk mendukung komitmen pada target. Orang tua juga bisa menolong anaknya untuk bersikap positif tentang perilaku baru mereka untuk menghindari pengaruh komentar negatif dari sebayanya. 
 Membangun jaringan sosial pendukung (keluarga. Teman, lingkungan) yang dapat menyokong penerunan berat badan dalam tingkah laku yang positif. Self-monitoring melengkapi daftar tilik makanan dan aktifitas, memberdayakan anak menjadikannya lebih sadar pada pola makan dan pola aktifitasnya. Edukasi tentang nutrisi harus diperoleh baik untuk anak maupun keluarganya. Ini meliputi pengtahuan tentang komponen diet sehat, mengerti label makanan, dan pentingnya serat. Anak harus diajari bahwa 3500 kalori adalah sepadan dengan 1 pon berat badan, ada sembilan kalori per gram lemak, dan hanya empat kalori dalam 1 gram karbohidrat. Lebih jauh, 25 % energi dari karbohidrat akan akan didikonversi dan disimpan dalam bentuk lemak.(11)
 Mengendalikan pemicu termasuk membatasi jumlah makanan yang menggemukkan di dalam rumah, menghabiskan semua yang tersaji di meja sesuai jadwal, dan menyediakan makanan hanya sekali untuk kemudian dibuang ( tidak ada layanan kedua dan seterusnya ). Orang tua tidak boleh secara verbalmenyuruh anak untuk makan, dan anak tidak didorong untuk menyelesaikan seluruh hidangan .(11)
 Pola menonton televisi keluarga harus di tinjau kembali dan diubah yang sesuai. Perubahan tingkah laku melibatkan mengajarkan anak untuk merubah pernyataan diri yang negatif menjadi lebih positif, dan membantu anak mengatasi ucapan negatif dari orang lain. (11)
4. Terapi alternatif
a. Terapi obat-obatan
U.S. Food and Drug Administration (FDA) belum mengijinkan pemakaian obat-obatan untuk mengatasi obesitas pada ana-anak. Namun demikian , uji klinis sedang dilangsungkan. (7)
b. Tindakan Bedah
Prosedur bedah seperti gastric bypass Setelah berhasil dilakukan pada orang dewasa dan remaja. Namun demikian pembedahan pada remaja inipun diputuskan hanya bila kondisi medis yang berat telah terjadi dan dapat diperbaiki dengan pembedahan.(7) Prosedur bedah ini belum cukup dipelajari pada anak untuk dapat dianjurkan dilakukanj pada mereka.(11)

5. Keterlibatan keluarga
Sangatlah penting untuk melibatkan seluruh keluarga pada saat menata laksana obesitas pada anak. Banyak studi memperlihatkan suatu penyatuan familial dalam faktor risiko obesitas. Keluarga menyediakan lingkungan pembelajaran sosial utama bagi anak. Telah pula diperlihatkan bahwa efektifitas jangka panjang ( 10 tahun) pada program pengendalian berat badan meningkat secara bermakna bila intervensi dilakukan terhadap orangtua dan anak, dibandingkan bila dilakukan hanya terhadap anak (11) 
Hasil diet dan/atau modifikasi latihan fisik berhasil ahanya untuk jangka waktu pendek. Penelitian pemantauan yang cukup lama menunjukkan frekuensi kambuh pada umur 4-10 tahun, yang berhasil mempertahankan penurunan berat badan ( tapi belum normal) hanya sedikit kuarang dari 50 %. (4)
Jika seorang anak gagal mengurangi berat badannya meski nampakanya terapi telah adekuat, sangatlah penting untuk menahan diri dari menuduh anak abhwa dia telah curang dalam dietnya atau salah mencatat aktifitasnya. Daripada sekedar menyelamatkan muka, jalan keluar pada program ini harus ditawarkan. Sejumlah anak di sini telah mengalami banayak perasaan gagal dan ketidaksuksesan mencoba menurunkan berat badan tidak boleh menambah beban emosional mereka. (11)
6. Pencegahan
Cara terbaik yang secara bermakna mempengaruhi prevalensi obesitas adalah dengan mencegahnya. Karena itu, wacana obesitas harus disebarkan pada setiap anak yang sehat. Orang tua harus tahu bahwa bayi yang minum ASI maupun yang minum susu formula keduanya dapat menjadi kelebihan makan ( over fed ). Orang tua harus dididik untuk lebih menghormati nafsu makan anak dan mengerti bahwa tidak begitu penting bagi bayi untuk menghabiskan setiap botol susunya. Menyusui dan menunda pemberian makanan padat dapat menurunkan risiko masalah berat badan di masa depan.  
Susu skim dapat dengan aman menggantikan susu utuh setelah usia anak dua tahun. Makanan tidak boleh dipakai untuk selain pemenuhan nutrisi, misalnya untuk hadiah atau rasa nyaman. Anaka tidak boleh ditawari permen sebagai hadiah karena telah menghabiskan makan, karena ini dapat menyebabkan mereka menempatkan pencuci mulut pada nilai yang lebih tinggi, dan menyebabkan makanan penutup lebih didambakan. Makanan keluarga harus berorientasi pada diet sehat, maksimal 30 % sumber kalori brasal dari lemak. Terakhir, orangtua harus membatasi waktu menonton televisi pada anak untuk mendukung bermain secara aktif. (11)

 
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
I. KESIMPULAN
Dari apaparan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Di seluruh dunia, termasuk diindonesia kasus obesitas pada anak terus meningkat
2. Faktor-faktor yang menybabkan peningkatan ini sebagian besar karena perubahan gaya hidup terkait gaya hidup sedenter, kurang aktifitas fisik, kebiasaan makan yang salah, dan gencarnya pemasaran jajanan.
3. Mengingat kompleksnya proses menuju obesitas, maka untuk mengelolanya diperluakan pendekatan dari berbagai faktor. Selain dengan terapi diet, harus disertai dengan terapi aktivitas, dan terapi perilaku 
4. Pendekatan multifaktorial ini memerlukan peran serta orangtua, keluarga dan masyarakat.
 

II. SARAN
1. Cara terbaik yang secara bermakna mempengaruhi prevalensi obesitas adalah dengan mencegahnya. Karena itu, wacana obesitas harus disebarkan pada setiap anak yang sehat. Ini menjadi tugas pemerintah dan penyedia layan kesehatan.
2. Perlu upaya yang nyata dari berbagai pihak, orangtua, sekolah, penyedia layanan kesehatan, pemerintah, dan masyrakat untuk mendukung pola hidup sehat dengan pola makan yang bermutu dan aktifitas fisik yang cukup.
 
DAFTAR PUSTAKA
1 Study: Child obesity expected to soar worldwide. Nearly half of kids in North and South America could be overweight by 2010. Associated Press March 7th 2006 
2 Rahmawati. Anak obesitas, lucu tapi rawan penyakit.gizi.net 23 januari 2008
3 Carol Torgan, Ph.D. Childhood Obesity on the Rise. 3rd 2002 http://www.nhlbi.nih.gov.June 
4. Behrman, Richard E. Kliegman, Robert M.Arrvin, Ann M: Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 1. Edisi 15. Editor bahasa Indonesia . Wahab, A samik. EGC Jakarta 1996.
5. Indrawati nurlela. Nyoman Kendri. Netty EP Penatalaksanaan diit obesitas pada anak dalam Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak.Lab Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR 1990
6. Ratna Indrawati : obesitas pada anak dalam Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak.Lab Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR 1990
7. Central for Desease Control and Prevention Childhood Obesity.  
  www CDC. gov 
8. Moersintowati. B. Narendra: Aspek Tumbuh Kembang Anak Dengan Obesitas . dalam Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak.Lab Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR 1990
 9. Claudio Maffeis a Physical activity in the prevention and treatment of childhood obesity: Physio-pathologic evidence and promising experiences Published in: International Journal of Pediatric Obesity, Volume 3, Issue S2 October 2008 , pages 29 -32)
10. E Jelalian and BE Saelens. Empirically supported treatments in pediatric psychology: pediatric obesity . Journal of Pediatric Psychiatry, Vol 24, 223-248, Copyright © 1999 by Society of Pediatric Psychology
11. Rebecca Moran, M.D., Evaluation and treatment of childhood obesity. Journals American Family Physician® .Vol. 59/No. 4 February 15, 1999